Rabu, 15 November 2017

Masjid Besar Al-Amien Pusat Kader dan Peradaban Islam


Sekitar tahun 90-an masjid besar Al-Amien Prenduan dibangun. Masjid bernuansa Islam global dan lokal atau dalam sebutan KH. Moh. Tidjani Djauhari miniatur masjid Nabawi dan arsitektur Jawa-Madura hadir menjadi masjid yang menentramkan.

Terdapat dua tempat utama untuk menunaikan sholat jama'ah, yaitu di lantai satu dan lantai dua. Untuk yang lantai satu biasanya untuk jama'ah laki-laki,  sementara lantai dua untuk jama'ah perempuan pada waktu-waktu tertentu seperti sholat 'idain.

Terdapat dua sayap pada bagian kanan dan kiri. Dua sayap tersebut di era tahun 2000an ditempati oleh asatidz pengurus ta'amir dan sebagian anggota Jam'iyatul Qurro' wal Huffadz (JQH).

Sementara di bagian depan terdapat dua ruangan diantara pintu masuk utama. Ruang di sebelah kanan,  dulu (2000an)  difungsikan layaknya museum mini Al-Amien Prenduan yang menyimpan kenangan Al-Amien dari waktu ke waktu lewat album foto dan beberapa baramg-barang kenangan lainnya.

 Sebelah kiri, difungsikan sebagai kantor ta'amir masjid dan ruang kendali beberapa lampu penerang. Namun demikian,  penggunaan dua ruang tersebut sempat berubah-berubah menyesuaikan kebutuhan dan kepentingan pondok.

Di bagian belakang terdapat tiga lantai, lantai pertama difungsikan sebgai Pusat Studi Islam (PUSDILAM), sementara lantai dua dan tiga difungsikan sebagai perpustakaan pusat Pondok Pesantren Al-Amien. Semua gambaran penggunaan ruangan yang disebutkan dalam tulisan ini merujuk pada pengalaman penulis dari tahun 1998-2008, mungkin saat ini telah banyak mengalami perubahan mengenai penggunaan ruangan.

Sementara ruangan utama untuk sholat jama'ah juga berfungsi sebgai tempat belajar para santri selepas sholat Isya' hingga sekitar jam 21.00. Para santri dengan berbagai buku dan kitab digelar di atas lantai masjid tersebut,  membukanya satu persatu,  sesekali mereka berdiskusi dengan ustadz yang mendampingi atau mereka juga biasa berdiskusi dengan temannya.

Bahkan masjid jami' Al-Amien ini juga menjadi pusat bahasa jika pagi tiba. Persisnya setelah sholat shubuh pada hari tertentu yang sudah dijadwalkan akan berkumpul para santri per kelompok menerima bimbingan bahasa dari para pengurus ISMI, seperti tazwidul mufrodat dan ishlahul akhto'.

Terakhir (2017) masjid megah al-Amien juga menjadi tempat menerima Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo. Di masjid ini pulalah sejumlah tokoh penting pernah diterima oleh KH. Moh. Tidjani Djauhari dari era 90-an hingga saat ini beliau digantikan oleh putranya KH. Dr. Ahamd Fauzi Tijani tetap tidak merubah tradisi tersebut.

Demikianlah fungsi masjid megah yang berada di titik pusat kampus Al-Amien putra 2 itu benar-benar menjadi pusat kegiatan para santri. Dari masjid ini pulalah bermunculan puluhan ribu kader Islam yang tersebar di seluruh Indonesia bahkan dunia. Mereka semua tampil sebagai kader-kader yang siap untuk mengangkat kejayaan Islam dan umat muslim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar