Selasa, 14 November 2017

"Jaros" Benda Fenomenal Yang Mengesankan

Ribuan santri di Pondok Pesantren Al-Amien begitu rapi dan berdisiplin tinggi. Jam 03.00 dini hari sudah bersujud syahdu di masjid. Jam 04.30 pagi  duduk rapi mengaji kutubut turats (kitab kuning) yang bertempat di masjid,  sebagian yang lain biasanya untuk kelas tinggi mengaji bersama para kiyai di kediaman beliau.

Sekitar 60 menit kitab-kitab kuning itu dikaji, tibalah saatnya mereka segera bergegas ke asrama mereka masing-masing. Sebagian langsung lari ke lapangan mengambil bola sebagai olahraga favorit santri putra. Beberapa yang lain ada yang mengisi dengan mengahafal al-Quran khususnya bagi mereka yang bergabung di Jam'iyatul Qurra' wal Huffadz (JQH). Sekitar satu jam setelah pengajian kitabut turats merupakan kegiatan pilihan.

Begitu masuk jam 6.30 seluruh kegiatan pilihan itu usai,  seluruh santri bergegas mandi dan sarapan. Begitu jam 07.30 seluruh santri sudah harus berada di kelas masing-masing mengikuti proses pembelajaran formal hingga adzan sholat Dhuhur berkumandang.

Kegiatan yang cukup padat dengan jumlah santri ribuan tentu tidak mudah untuk mengaturnya dengan presesi disiplin yang tinggi. Namun kerumitan tersebut tidak serumit orang memandang dari luar,  karena pondok telah membuat sistem yang sangat baik,  sehingga ribuan santri dan dengan waktu yang cepat dan tepat seluruh santri dengan mudah dapat diatur.

Salah satu nadi kehidupan kegiatan yang efisien dan efektif yang menggerakkan ribuan santri adalah adanya "Jaros". Jaros itu serupa dengan bel yang berdentang keras dan terdengar ke seluruh sudut pondok.

Jaros inilah yang memandu para santri,  berpindah dari satu kegiatan pada kegiatan lainnya. Salah memahami pesan Jaros,  maka dapat berakibat fatal.  Bisa jadi akan terlambat,  salah menggunakan kostum dan hal-hal yang tidak menyenamgkan lainnya hingga kemudian dapat berakibat akan dikenakan sanksi bagi mereka yang salah memahami pesan Jaros.

"Ayyu Jarosin hadza" (bel apa ini?) salah satu 'ibaroh yang sering terlontar oleh setiap santri untuk memastikan pesan bel yang baru berdentang. "Jarosun lil rohah" tentu adalah jawaban yang dikehendaki,  namun tentu tidak selamanya jawaban tersebut, bisa jadi "Jarosun lil tadrib 'alal khitobah". Kalau jawaban itu yang didapat,  mengkerutlah alis mereka.

Setiap santri pasti punya kenangan tersendiri dengan benda fenomenal tersebut.  Dentangan bunyinya selalu bermakna dua,  yaitu ditunggu dan tidak disukai. Namun demikian, ketika sudah tidak di pondok lagi dentangan Jaros itu menjadi dentangan yang dirindukan.

Dari benda fenomenal tersebut,  seluruh santri dan para alumni mengerti tentang keutamaan waktu. Bahwa waktu tidak boleh dibiarkan kosong tanpa manfaat. Inilah pesan dari Jaros.  Faidza faraghta fanshob.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar