Kamis, 19 Oktober 2017

Ini Alasan Kenapa Hari Santri Tidak Ditetapkan Di Era Gus Dur

Semakin bangga menjadi santri, bukan karena kemampuam membaca kitab kuning atau melandasi setiap argumen dengan dalil. Lebih dari kemampuan kognitif tersebut, seorang santri adalah aset berharga bagi bangsa ini dalam persoalan loyalitas dan nasionalisme yang tertancap kuat di hati sanubari setiap santri.

Sepanjang sejarah bangsa ini santri selalu terlibat secara aktif dalan membangun bangsa, baik langsung maupun tidak langsung. Beberapa ada yang memangku amanah di tataran struktural sementara di sisi lain juga terlibat secara kultural.

Salah satu tokoh santri yang berhasil mencapai puncak perjuangan secara struktural ada sosok Gus Dur yang berhasil menjadi perekat seluruh elemen bangsa. Bahkan sampai beliau wafat dan hingga saat ini beliau adalah sosok yang selalu dirindukan oleh bangsa.

Ada pertanyaa menarik dari sejumlah masyarakat, kenapa hari santri baru muncul pada saat era Jokowi bukan di era Gus Dur?. Pertanyaan menarik yang perlu penjelasan logis. Sebagai jawaban sementara, bahwa hari santri tidak semata-mata hanya sekadar kebanggaan, tapi lebih dari itu hari santri lebih bermakna sebagai pengakuan.

Makna pengakuan itu adalah segala ketulusan dan apresiasi yang datang dari luar. Dengan demikian, tidak mungkin seorang Gus Dur yang juga santri harus mengakui dirinya sendiri, jika itu dilakukan maka pengakuan tersebut tidak lebih dari sekadar egoisme dan ajimumpung semata.

Maka deklarasi 22 Oktober sebagai hari santri yang telah ditetapkan oleh Jokowi tanggal 15/10 pada tahun 2015 silam benar-benar suatu pengakuan murni dan bukan karena permintaan. Karena jika itu adalah permintaan kaum santri, tentu lebih tepat dan lebih memungkinkan dilakukan pada era Gus Dur. Jadi tidak benar, jika hari santri itu adalah permintaan dari kaum santri.

Untuk menjaga pengakuan tersebut, santri ke depan harus terus memacu diri dalam meningkatkan kualitas diri dan pengabdian untuk bangsa. Kualitas diri ditunjukkan dengan sikap yang bijak menjadi sosok yang tidak gampang tersulut opini kepentingan politik, tapi justru harus memegang prinsip keislaman dan nasionalisme yang sesuai dengan karakter budaya bangsa.

Maka menjadi santri itu adalah menjadi muslim Indonesiawi yang mencintai persatuan dan menghindari segala bentuk perpecahan. Bangga menjadi santri.(AT).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar