Senin, 11 September 2017

Ukhruj Ya Syaithan



"Ukhruj Ya Syaithan. Ukhruj. Ana la adlribuka, akhiy. Lakinni adlribusy syaithan alladzi yaskun fi jismik. Ukhruj*," kata Aan Cimara disambut tawa pecah teman-teman ketika bercerita tentang Ustaz Abdullah membangunkan santri tidur di masjid dengan pecutan sajadah untuk Sholat Subuh, saat masih nyantri di Pondok Pesantren Al-Amin Prenduan Sumenep.

Minggu (23/5) malam bakda motoGP, alumni Ponpes Al-Amien region Kalbar berkumpul di rumah juragan chai kue itu untuk khataman alquran dirangkai tahlilan, pertemuan bulanan alumni untuk para kyai pesantren yang telah mangkat.

Di pertemuan kedua ini, Aan, sapaanya, menggiring kami ke masa saat masih menjadi santri. Dengan suguhan saprahan usai tahlilan, Aan menyibak masa lampau tatkala makrunah (mie instan) dimasak dengan dalwun (gayung), sedang sumber apinya memakai na'lun (sandal) sisa sebelah yang banyak terserak di halaman masjid. Ketika matang, makrunah diletakkan di atas nampan dari bungkus makrunah tadi. Dilumuri sedikit saus tomat, makrunah lantas disantap beramai-ramai dengan ka'kun (kerupuk). Bedanya, saprahan di rumah Aan kami dihidangkan menu ala lamongan: ayam goreng diapit tahu tempe goreng, dirangkul urap yang menggandeng sambal bercitarasa yahud. Tak lupa ikan teri yang menyembul dari balik butir nasi yang dipayungi kerupuk mamang. Ladzidz sudah !

Saya pribadi senang bisa berkumpul dengan teman-teman sepesantrenan. Bahagia sekali memandang raut wajah mereka. Malaikat sepertinya gelendotan di bulu mata mereka. Satu sama lain datang dengan membawa kerinduan yang membuncah. Ruangan penuh dengan cinta. Tak seperti medsos yang kadang pengap dengan benci.

Aku (kok ya) jadi tertarik mendengar bagaimana Aan digebuk pakai sajadah oleh ustaz Abdullah itu. Sebab, seorang teman kemudian menanggapi "Lho kok gak dijawab: Ustaz ngakunya mukul setan, tapi kok saya yang perih," yang kembali disambut tawa teman-teman.

Kukira bukan soal tidur pulas Aan yang bikin aku tertarik, meski boleh jadi Aan sedang bermimpi baru kedatangan kiriman uang dari orangtua usai masa paceklik yang mencekik atau bermimpi janjian ketemu dengan gebetan di areal kebun tembakau di samping pondok hingga sulit terbangun. Bukan itu. Yang menarik adalah, kita abadi dibuai setan, bahkan saat tidur sekalipun. Setan membuai ego kita supaya ingkar kepada Tuhan; meninggalkan sholat, membicarakan keburukan orang lain, bertindak diskriminatif atau zalim, pongah, merasa besar, korupsi, makan suap, dan banyak lagi laku-tengik yang sebetulnya menjijikkan tapi tampak asyik dilakukan.

Dan aku tak yakin, setan dapat menahan diri untuk tak bersegera tertawa guling-guling menertawakan kepandiran kita. Aku tak cukup yakin. (*)

*Keluarlah, Setan. Keluarlah. Aku tidak memukulmu, Santriku. Tapi aku memukul setan yang bersemayam di dalam tubuhmu. Keluarlah.(saiful)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar