Rabu, 06 Desember 2017

Fenomena Islam Kotak


Menurut hasil penelitian yang dilakukan sahabat saya Budiyono mengenai Literasi Media dan Prilaku Pengguna Smartphone Masyarakat Pontianak, diketahui bahwa hampir 24 jam mereka menghabiskan waktunya bersama smartphone.

Dari layar seukuran 5-7 inch masyarakat menerima informasi, menyebarkan dan mempengaruhi pemikiran serta tindakannya.  Mulai dari selera makan, berpakaian dan bahkan pada pola keberagamaan banyak dipengaruhi oleh kotak berukuran kecil tersebut.

Selain dari smartphone,  kotak digital lain yang cukup digandrungi oleh masyarakat adalah televisi. Disitulah mereka mendapatkan hiburan, informasi dan pengetahuan tentang agama. Televisi menjadi pilihan santai kedua setelah mulebernya smartphone.

Secara kasat mata,  dunia faktual mendapat porsi yang sangat minimal dibandingkan dunia virtual. Bersahabat,  silaturahim bahkan hanya untuk sarapan pagi masyarakat lebih tertarik menunggu santai di rumah menunggu antaran pesanan via online sambil menikmati berita siaran televisi.

Sekitar 2 hari yang lalu dunia virtual dihebohkan oleh seorang ustadzah pengisi acara ceramah agama pada sebuah stasiun televisi. Masyarakat merasa gusar dengan tulisan ayat yang salah fatal pada papan yang digunakan dalam tayangan tersebut.

Berbagai nyinyiran datang dari berbagai penjuru seakan-akan kesalahan hanya mutlak ada pada sang ustadzah. Terlalu beringas masyarakt zaman now menyikapi ketidakberdayaan. Menyukai keributan atas sebuah kekeliruan bukan sebuah perbaikan.

Menurut hemat penulis,  kesalahan yang telah dilakukan oleh ustadzah yang bersangkutan tidak semata karena kebodohan namun karena akumulasi fenomena virtual yang berlebihan. Guru, ustadz, ustadzah dan para kiyai yang berada persis secara faktual tidak terlalu diminati oleh karena prosesnya tidak instant.

Ulama faktual akan melakukan sapaan, pendekatan bahkan ujian bagi para santrinya untuk memastikan validitas pengetahuan yang didapatnya. Proses rigid ini adalah bentuk kehati-hatian terhadap validitas pengetahuan sebelum kemudian menjadi amal.

Namun demikian pengaruh virtual yang sangat kuat telah mengeleminir potensi faktual, sehingga tantangan dan bahkan agama sendiri menjadi kawasan virtual. Sholat, zakat, puasa dan seluruh rangkaian keagamaan saat ini banyak bertumpu pada sumber virtual daripada sumber aktual dan faktual.

Al-Quran sebagai sumber agama yang faktual dan aktual keislaman sudah banyak digantikam oleh kotak-kotak kecil berupa tabung monitor,  smartphone dan LCD. Inilah wajah agama di era akhir zaman. Agama memjadi agama kotak,  termasuk Islam sudah menjadi Islam kotak.

Fenomena ustadzah Nani Handayani di Metro TV hanya salah satu fenomena Islam kotak,  dimana suatu saat tidak hanya terjadi kesalahan tulis ayat namun bisa terjadi kesalahan dalam melakukan sholat bagi para penikmatnya.

Jika hari ini kita kecewa pada ustadzah Nani Handayani, maka di kemudian hari kita akan menemui kekecewaan yang lain berikutnya. Selama kecenderungan kita masih kuat terhadap kotak-kotak,  maka selama itu pula kita akan menerima kekecewaan. Inilah yang kemudia saya sebut dengan fenomena Islam Kotak termasuk keributan nyinyir itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar